Saya mengangkat topik ini karena akhir-akhir ini banyak chat yang masuk ke dm instagram saya di @ningasmara.real yang konsultasi tentang istri yang minta diceraikan oleh suaminya.memang ada banyak faktornya, faktor peringkat pertama yaitu kebanyakan karena adanya orang ketiga dalam hubungan mereka, yang kedua karena faktor kondisi ekonomi, yang ketiga karena gairah seksual yang menurun. Nah dua faktor inilah yang menjadi dasar perseligkuhan didalam rumah tangga.
Pernikahan memang selalu terlihat indah di awal perjalanan. Namun, semakin lama pernikahan dijalani, permasalahan silih berganti muncul.
Sebagian besar permasalahan dalam pernikahan bisa dibicarakan dan diselesaikan dengan baik. Namun, tidak sedikit juga yang berujung kusut dan hanya menumpuk menjadi masalah baru dan ketidaknyamanan.
Permasalahan inilah yang kerap dialami pasangan-pasangan suami istri hingga akhirnya memutuskan untuk mengakhirinya.
Namun, sebelum memutuskan untuk bercerai, ada baiknya seseorang memastikan tujuh hal berikut.
1. Perhatikan kondisi
Perhatikan bagaimana hubungan yang Anda dan pasangan Anda jalani, apakah masih berjalan sebagaimana harusnya atau tidak.
Jika hubungan antara suami dengan istri masih berjalan sebagaimana mestinya, mungkin status pernikahan masih layak untuk dipertahankan.
Namun, apabila banyak hal yang tidak berjalan optimal atau bahkan sama sekali tidak berjalan, maka ada baiknya Anda menjadikan hal ini sebagai indikasi tidak sehatnya sebuah hubungan.
Misalnya, ketika kata-kata cinta dari suami sudah tidak lagi bermakna, perlakuan lembut istri tak lagi ditanggapi baik, komunikasi berjalan satu arah, rumah tangga didominasi emosi, dan sebagainya.
Tidak ada salahnya Anda mempertimbangkan opsi untuk bercerai, namun tentunya dengan mempertimbangkan hal-hal terkait lainnya.
2. Tekad bulat
Sebelum mengambil keputusan besar untuk mengakhiri hubungan yang sudah diresmikan negara juga agama, seorang suami atau istri perlu kemantapan dalam hatinya untuk memutuskan bercerai.
Jika keraguan masih ada dalam batin, maka jangan sekali-kali mengucapkan kata sakral “ cerai” apalagi lebih jauh, hingga mengajukan gugatan ke pengadilan.
Jika hati kecil Anda masih ragu-ragu untuk bercerai atau tidak, itu berarti masih ada harapan bagi sebuah keluarga dipertahankan.
Keinginan bercerai namun masih disertai keraguan, bisa berarti ada campur tangan emosi di dalamnya. Padahal, sangat tidak disarankan membuat keputusan saat dilanda emosi.
Selain itu, mengambil keputusan dalam kondisi ragu-ragu bisa berujung pada penyesalan.
Pikirkan baik-baik segala konsekuensi yang akan ditanggung Anda, pasangan, dan anak jika sudah ada, jika nantinya berpisah dan memutuskan untuk tidak lagi bersama.
3. Muak dengan pasangan
Jika Anda sudah ada pada taraf muak atau benci yang memuncak kepada pasangan, maka perceraian bisa jadi opsi yang terbaik.
Karena jika terus dipaksakan bersama, bisa jadi Anda hanya akan mendoakan hal buruk menimpa pasangan Anda.
Jangan pula habiskan waktu untuk menunggu suatu keajaiban terjadi dan mengubah nasib pernikahan Anda.
Anda memiliki kuasa, buatlah suatu keputusan lalu bertindak.
4. Potensi diperbaiki
Ketika menjalani rumah tangga dan Anda menemukan beberapa hal yang membuat tidak nyaman, maka coba perbaikilah.
Kurangi kebiasaan Anda yang kerap menimbulkan masalah dengan pasangan. Atau, Anda bisa juga lakukan hal-hal tertentu agar pasangan tidak melakukan lagi hal yang tidak Anda sukai darinya.
Misalnya, suami adalah seorang perokok, sementara Anda tidak menyukai asap dan bau rokok, maka buatlah perjanjian dengannya untuk tidak merokok di sekitar Anda.
Jelaskan bahwa Anda tidak menyukai apa yang ia lakukan. Hal ini bukan berarti Anda membatasi geraknya, akan tetapi mencoba menegosiasi agar dua kepentingan tetap dapat berjalan bersama.
Anda bebas dari asap dan bau rokok, suami Anda tetap dapat melakukan apa yang disukainya.
Namun, apabila hal ini tidak juga berjalan efektif maka berpikir untuk berpisah tidak dapat dipersalahkan. Hal itu demi menghormati diri Anda pribadi.
5. Utamakan hidup dan kesehatan
Memutuskan untuk tetap bertahan dalam kondisi rumah tangga yang tidak baik, bukan tidak mungkin akan merenggut kebahagiaan, kebebasan, dan kesehatan fisik Anda sebagai seorang manusia.
Bisa dibayangkan, apa jadinya ketika kita harus bertahan dan melewatkan sisa usia dengan seseorang yang tidak bisa membuat bahagia.
Hanya emosi yang muncul jika Anda melihat keberadaannya, prasangka buruk selalu timbul atas apapun aktivitasnya. Atau Anda mengetahui fakta ia mencurangi Anda untuk waktu yang lama di belakang. Hal itu pasti akan menimbulkan rasa sakit hati yang besar.
Jika semua itu sudah merenggut kebahagiaan dan kesehatan hidup Anda, maka ambillah keputusan. Jangan korbankan sesuatu yang seharusnya masih dapat Anda pertahankan.
Namun jika hal itu tidak terjadi, maka jangan terlalu mudah untuk mengambil keputusan berpisah dengan pasangan.
6. Sinyal tubuh
Ini yang seringkali luput dari perhatian, sinyal tubuh. Tubuh kita memiliki keterkaitan dengan keadaan emosi dan pikiran. Tubuh biasanya mengeluarkan sinyal-sinyal tertentu saat hidupnya sedang tidak berjalan baik.
Misalkan, tubuh Anda sudah tidak bereaksi apa pun ketika dipeluk oleh pasangan, padahal biasanya degup jantung akan berdegup kencang.
Atau berat badan menurun drastis, kerap mengalami pusing, hal itu bisa jadi merupakan efek ketidaknyamanan dan menunjukkan kondisi Anda yang tertekan dalam hubungan pernikahan yang Anda jalani.
Jadi jangan pernah mengabaikan tanda sekecil apa pun.
7. Anak
Pasti Anda tidak ingin membiarkan seorang anak tumbuh dalam asuhan dua orangtua yang terikat pernikahan namun hubungan tidak berjalan harmonis.
Jika Anda tidak menginginkan anak Anda nantinya memiliki pernikahan seperti yang Anda jalani, maka contohkan padanya dengan cara berani mengambil tindakan tegas.
Tindakan yang Anda ambil merupakan bentuk penghargaan terhadap diri Anda sendiri untuk tidak berlarut-larut terbelenggu dalam hubungan yang tidak sehat. Anda pun tidak perlu khawatir, karena anak-anak dapat memberi motivasi yang lebih besar untuk Anda.
Jadi tidak perlu menutupi permasalahan dengan pasangan dan mempertahankan pernikahan untuk anak. Tidak usah pikirkan apa yang orang katakan terhadap Anda, karena Anda dan anak yang akan menanggung konsekuensinya, bukan orang lain.